Menulis Berita, Gimana Sih?
Kamu mau jadi
wartawan? Hmm… siap-siaplah melaporkan suatu peristiwa dalam sebuah tulisan.
Nah, berita yang baik dan efektif adalah irit dalam gerak. Nggak bertele-tele.
Juga tangkas dalam kejutan. Udah gitu, simple dan elok lagi. Itu sebabnya, kalo
kamu baca tulisan-tulisan bernuansa berita enak banget dibacanya. Kita langsung
nyambung dengan apa yang diinginkan si penulis berita. Cepat alurnya. Beda
banget dengan tulisan fiksi yang, memang kelihatannya, kudu memainkan kata-kata
dengan bertabur kiasan dan pilihan kata yang membuat pembacanya larut dalam
nuansa sastra.
Oke deh, saya
kasih tip sedikit tentang menulis berita. Ini saya buat sesuai dengan teori
yang selama ini saya ketahui dan praktik yang memang telah saya lakukan. Sudah
mantap pengen jadi wartawan? Bagus! Tapi jangan salah, kamu kudu punya â€کpegangan’ supaya tulisan beritamu oke punya. Paling nggak kamu kudu
mengetahui beberapa hal, di antaranya:
Informasi. Yup,
informasi, bukan bahasa. Informasi adalah batu-bata penyusun berita yang yang
efektif. Tanpa informasi, walah jangan harap kamu bisa menulis berita itu
dengan baik. Jangankan nggak punya informasi, informasinya nggak lengkap saja
bakalan kewalahan bikin beritanya. Pokoknya, ada yang ganjal saja, karena
tulisan jadi kurang menggigit. “Prosa adalah arsitektur, bukan dekorasi
interior,” kata Ernest Hemingway. Untuk bisa menulis prosa yang efektif,
pertama kali kamu kudu mengumpulkan kepingan informasi serta detil konkret yang
spesifik dan akurat. Oke, kalo mau jadi wartawan, biasakan getol nyari berita.
Jangan tanggung-tanggung, gali terus informasi sebaik-baiknya dan
sebanyak-banyaknya. Oke? (tip khusus tentang ini, kamu bisa tengok lagi pada
bab tentang “Jadi Peneliti Kecil-kecilan”).
Siginifikansi.
Maksudnya, berita kudu memiliki informasi penting; yakni memberi dampak pada
pembaca. Misalnya aja, penulisnya mengingatkan pembaca kepada sesuatu yang
mengancam kehidupan mereka. Contohnya? Menulis tentang kesehatan seperti
tentang kasus SARS yang kian menggila belakangan ini, juga tentang kemakmuran
dan kesadaran mereka akan nilai-nilai. Misalnya nilai ajaran agama. Sebagai
wartawan, kamu kudu memberikan infromasi yang ingin dan penting diketahui
pembaca. Nah, supaya oke, kamu kudu meletakkan informasi itu dalam sebuah sudut
pandang yang berdimensi; mengisahkan apa yang telah, sedang dan akan terjadi.
Kalo kamu menulis berita tentang bahaya narkoba, maka bisa ditulis berita
tentang korban narkoba di masa lalu, saat ini, dan bahaya yang mengancam jika
masalah narkoba nggak selesai. Kira-kira begitu deh.
Fokus. Betul,
kegagalan seorang penulis berita adalah ketika menyampaikan berita secara
sporadis, alias semrawut. Nggak fokus. Berita yang sukses dan oke biasnya
justru pendek, terbatasi secara tegas dan sangat fokus. “Less is more,” kata
Hemingway. Oke banget kan? Itu sebabnya, tulisan yang ringkas memberi kesan
tangkas dan penuh vitalitas, tanpa kata yang tak perlu dalam kalimatnya dan
tanpa kalimat yang tak perlu dalam paragrafnya.
Tulisan yang
ringkas nggak ubahnya sebuah lukisan yang tegas (tanpa garis yang tak perlu)
atau mesin yang efektif (tanpa suku cadang yang nggak berfungsi). Semua tulisan
itu layak en sayang banget kalo dilewatkan dalam membacanya. Jadi, luruskan apa
saja yang berliku-liku. Gergaji deh apa yang terasa bergerigi. Berperanglah
melawan kekaburan, sebab pernyataan yang abstrak adalah racun maut bagi seorang
penulis. Hati-hati yo… Jadi, tulisan yang baik hanya mengatakan
satu hal. Mereka mengisahkan seorang serdadu atau seorang korban, bukan
pertempuran. “Don’t were about Man, write about a man,” kata Elwyn Brooks
White, seorang humoris Amrik. Untuk membantu kamu memahami ini, silakan silakan
baca kembali tentang bab “Hemat Kata”, dan “Kerangka Karangan”. Oke?
Konteks. Walah,
apa pula ini maksudnya? Tenang sobat, kamu lagi belajar tentang konseo menulis
berita yang oke. Begini. Tulisan yang efektif mampu meletakkan informasi pada
perspektif yang tepat sehingga pembaca tahu dari mana kisah berawal dan ke mana
mengalir, serta seberapa jauh dampaknya. Sobat muda muslim, tugas seorang
penulis adalah membuat sesuatu informasi yang dikumpulkan dan dilaporkan
menjadi jelas bagi pembaca. Ketidakmampuan menekankan kejelasan adalah
kegagalan seorang penulis. Bagian-bagian yang rumit pecahlah dalam serpihan
yang mudah dicerna. Gunakan contoh: seseorang untuk mewakili sebuah kelompok
atau penduduk desa. Sebuah contoh seringkali menghadirkan suasana secara
dramatis dan hidup. “Kematian 10000 ribu orang adalah statistik, tapi kematian
satu orang adalah tragedi,” kata Josep Stalin.
Jadi gambarkan
sebuah topik melalui ungkapan yang mudah dipahami pembaca.
Misalnya kalo
kamu akan menuliskan tentang strategi militer, bisa kamu gambarkan tentang
pertandingan sepakbola. Rencana keuangan perusahaan dapat digambarkan melalui
rencana anggaran OSIS, misalnya. Pokoknya sesederhana mungkin, yang tujuannya
adalah untuk memudahkan pembaca memahami tulisan kita.
Wajah. Di dunia
jurnalistik berkembang â€کpameo’, seorang
fotografer tahu bahwa gambar yang tidak menyertakan unsur kehidupan (manusia
dan binatang) hanya akan berakhir di keranjang sampah. Nah, begitu pula dengan
tulisan. Jurnalisme itu menyajikan gagasan dan peristiwa; tren sosial, penemuan
ilmiah, opini hukum, perkembangan ekonomi, krisis internasional, tragedi
kemanusiaan, dinamika agama, dsb. Tulisan yang disajikan itu berupaya
mengenalkan pembaca kepada orang-orang yang menciptakan gagasan dan
menggerakkan peristiwa. Atau menghadirkan orang-orang yang terpengaruh oleh
gagasan dan peristiwa itu. Inilah yang saya maksud tulisan jusrnalistik itu harus
â€کberwajah’.
Tulisan akan
efektif banget jika kamu mampu ngambil jarak dan membiarkan
pembacanya
bertemu, berkenalan serta mendengar sendiri gagasan/informasi/perasaan dari
manusia-manusia di dalamnya, “Don’t say the old lady screamed-bring her on and
let her scream,” kata Mark Twain, seorang jurnalis dan noveli pengarang The
Adventure of Tom Sawyer.
Sobat muda
muslim, yakinlah bahwa manusia itu suka membaca tulisan tentang manusia
lainnya. Bahkan kalo nggak ada unsur manusia, misalnya kita berbicara tentang
mesin, kita kadang-kadang kudu membuat personifikasi, alias perumpamaan. Ya,
kalo kamu nyimak iklan di televisi belakangan ini tentang minyak pelumas,
iklannya merasa kudu pake David Beckham. Ujungnya, “Kalo pengen lari secepet
Beckham, pakailah…. (nama sebuah minya pelumas)” Ya, itulah manusia. Kamu kudu
ngeh, oke?
Lokasi/Tempat.
Sobat muda, pembaca menyukai banget “sense of place”. Kamu bisa membuat tulisan
jadi lebih hidup jika menyusupkan “sense of place”. Bener lho. Misalnya aja
kamu tulisan seperti apa lokasi tempat terjadinya pembunuhan, bagaimana suasana
di balik panggung pertunjukkan, bisa juga kamu gambarkan tentang suasana
jalannya pertandingan sepakbola yang menegangkan saat kedua klub itu bermain
hidup-mati untuk mengejar gelar juara atau menghindari jurang degdradasi. Seru
deh.
Misalnya aja
terjadi sebuah kecelakaan mobil yang masuk jurang. Kamu bisa
menuliskannya
dengan detil, seperti berapa kedalaman jurang, di sana ada air atau Cuma
batu-batu besar eksplor terus biar terkesan dramatis. Kamera televisi itu bisa
menampilkan pemandangan yang sesungguhnya, dalam warna dan detil. Nah, penulis
tentu agak kesulitan untuk menggambrkan itu. Maka, ia harus bekerja keras untuk
bisa melukiskan tempat itu di pikiran pembaca. Karena, adakalanya tempat
kejadian itu nggak pernah diketahui sebelumnya oleh beberapa pembaca. Intinya,
kita berupaya untuk menyentuh indera pembaca. Membuat mereka melihat cerita
dalam detil visual yang kuat–dan juga dalam konteks yang tepat–membuat mereka
mendengar, meraba, merasakan, membaui, dan mengalaminya. Kamu pasti bisa
membuatnya. Coba yaa..
Suara. Sobat,
kita nggak boleh lupam, bahkan dalam abad komunikasi massa seperti sekarang,
kegiatan membaca tetap saja bersifat pribadi; yakni seorang penulis bertutur
kepada seorang pembaca. Tulisan akan mudah diingat jika mampu menciptakan ilusi
bahwa seorang penulis tengah bertutur kepada seorang pembacanya. Jadi, gunakan
kalimat aktif. Bila perlu berbau percakapan.
Media massa
cetak yang baik tak ubahnya seperti pendongeng yang memukau.
Bukan pendongeng
yang gagap. Nah, kata kerja adalah mesin pendorong sebauh cerita. Itu sebabnya,
gunakan kata kerja aktif ketimbang yang pasif. Penulis berita â€کwajib’ merasa gagal saat menggunakan kata sifat, ketika tak bisa menemukan
kata kerja yang benar atau kata benda yang benar. Ya, intinya, tulisan itu kudu
enjoy untuk dibaca.
Penulis yang
baik juga mampu menghadirkan warna suara yang konsisten ke selruuh cerita, tapi
menganekaragmkan volume dan ritme untuk memberi suara tekanan pada makna
(dengan memberikan variasi pada panjang-pendek alinea, kalimat dan kata). Oke
deh, gampangnya kamu bisa membaca berita di koran-koran or majalah-majalah.
Rasakan sendiri bedanya. Oke?
Anekdot dan
Kutipan. Kamu perlu paham bahwa anekdot, sebuah kutipan, sebuah dialog pendek,
atau sebuah deskripsi dapat mengubah irama di mana pembaca bisa terikat
sepanjang cerita dan membuat tulisan itu lebih hidup. Untuk menggambarkan
istilah ini, ibarat pertandingan sepakbola. Kalo ada playmaker yang handal
dalam tim itu, ia pandai mengatur irama permainan, kapan menyerang, kapan
bertahan, kapang juga menekan dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki, atau
bisa juga menyusun serangan dari sayap. Pokoknya, membuat permainan enak
ditonton.
Anekdot adalah
sebuah kepingan kisah singkat antara satu hingga lima alinea-
“cerita dalam
cerita”. Anekdot umumnya menggunakan seluruh teknik dasar penulisan fiksi;
narasi, karakterisasi, dialog, suasana. Semua itu dibuat dengan tujuan untuk
mengajak pembaca melihat cerita dalam detil visual yang kuat. Kata orang-orang
sih, anekdot sering dianggap sebagai â€کpermata’ dalam cerita.
Kutipan dalam
tulisan berita memberikan otoritas. Siapa yang mengatakannya? Seberapa dekat
keterlibatannya dengan suatu peristiwa dan masalah? Apakah kata-katanya patut
didengar? Kutipan juga memberikan vitalitas karena membiarkan pembaca mendegar
suara lain selain si penulis. Oya, kamu kudu hati-hati untuk tidak terlalu
banyak mengutip atau terlalu sedikit mengutip. Ya, yang sedang-sedang saja. Iya
dong, kalo kebanyakan mengutip, kapan kamu nulisnya? Atau terlalu sedikit,
malah banak pendapat kamu nati di situ. Padahal, berita itu kan harus objektif.
Katanya sih begitu. Meski fakta yang berkembang saat ini tentang berita jadi
suka bias. Bahkan kesannya udah ditempeli dengan opini si penulis berita.
Istilah kerennya, berita sekarang adalah “realitas tangan kedua”, alias udah
disaring sesuai dengan keingian si penulis atau visi media tersebut.
Oke deh, ini
sekadar sekilas tip. Menulis berita juga adalah komoditi dari menulis itu
sendiri. Itu sebabnya, kamu bisa menggabungkan seluruh tip yang pernah kamu
pelajari dan menggabungkannya dengan tip khusus menulis berita itu. Oke deh,
udah sekarang udah siap kan jadi wartawan. Ya, minimal jadi wartawan cilik. He…he..he..
tetap semangat sobat!
0 komentar:
Posting Komentar