Menulis Resensi, Belajar Mengkritisi
Kata orang, jadi
tukang kritik itu menyebalkan. Belum lagi kalo cuma
“omdo”. Tahu kan yang saya maksud? He..he.. iya, maksudnya omong doang. Hmm…
kalo itu yang dimaksud, memang menyebalkan ya? Sebab, kalo bisanya cuma
menyalahkan tapi nggak bisa berargumentasi, cocok diberi gelar “omdo”. Kenneth
Taylor pernah bilang bahwa seorang kritikus itu, seperti seseorang yang tahu
jalan tapi tidak pandai mengemudikan mobil. Nah lho. Padahal, nggak selalu kan
ya? Justru menjadi kritikus itu adalah untuk memberi point plus-minus kepada
sesuatu berdasarkan pengamatan dan penilaian yang bisa dipertanggung-jawabkan.
Betul?
Sobat muda muslim, kalo ingin belajar melihat buku dengan objektif, dan
kita ingin menjelaskan kepada orang lain tentang isi buku tersebut, cocok
banget kalo kita belajar meresensi buku. Resensi? Apaan
tuh?
Resensi itu asal
katanya dari bahasa negerinya Ruud van Nistelrooy (dari kata recensie). Dalam
bahasa Inggris, kamu bisa dapetin padanan katanya dengan istilah review (ini
juga berasal dari bahasa Latin: revidere; re “kembali”, videre “melihat”).
Dalam bahasa Indonesia, kita suka mengenal istilah timbangan buku, tinjauan
buku, pembicaraan buku, belakangan muncul istilah populer: bedah buku.
Sebenarnya meresensi nggak terbatas pada buku (baik fiksi dan nonfiksi) aja
lho. Pementasan seni seperti film, sinetron, tari, drama, musik, atau kaset dan
VCD juga bisa kita kupas abis isinya. Nggak hanya itu, resensi juga bisa
dilakukan untuk pemeran seni macam seni lukis dan seni patung. Oke deh, itu cuma sekilas info soal asal mula kata
resensi. Moga kamu makin ngeh dengan penjelasan ini.
Nah, sebagai salah satu komoditi dari menulis, meresensi adalah
pekerjaan yang menyenangkan. Suer. Kagak bohong. Jika kamu berhasil meresensi
sebuah buku bermutu. Maka, selain kamu bisa membaca dan menilai buku itu secara
luar-dalam, kamu juga jadi dapat wawasan baru. Dan tentunya berkah baru.
Berkah? Benar. Jika hasil resensi kita tentang suatu buku bagus dan dimuat di
media massa, maka penerbit yang baik hati akan memberimu bingkisan. Mulai dari
buku-buku baru, juga ada yang rela ngasih uang saku. Walah, uenak tenaan rek!
Itu sebabnya, sebagai sebuah keterampilan, meresensi buku juga bisa kamu
geluti. Mungkin ada yang belum bisa gimana caranya meresensi buku. Coba tunjuk
jari bagi kamu yang belum bisa meresensi buku. Oke deh, biar â€کadil’, saya akan
ngasih sedikit tip hasil gabungan antara teori dan praktik berdasarkan
pengalaman saya. BTW, gini-gini juga saya sering ngerensi buku lho.. (pede abis
bo!) J
Omong-omong, apa sih tujuan utama kita meresensi?
Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif (menyeluruh)
tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah produk (buku, kaset, film,
sinetron dan sejenisnya yang udah saya sebutkan di atas).
Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih
jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah produk.
Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah produk pantas
mendapat sambutan masyarakat atau malah sambitan? J
Menjawab pertanyaan yang (mungkin) muncul jika seseorang melihat produk
yang baru diluncurkan (diterbitkan), seperti: (selain buku, sesuaikan dengan
kategorinya)
Siapa
pengarangnya? (kalo film/sinetron/drama; siapa sutradara dan para pemainnya? Untuk seni luksi; siapa pelukisnya?).
Mengapa ia
menulis buku tersebut?
Apa
pernyataannya?
Bagaimana
hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama?
Bagaimana
hubungannya dengan buku-buku sejenis yang dihasilkan pengarang-pengarang lain?
Untuk segolongan
pembaca resensi yang:
Membaca agar
mendapatkan bimbingan dalam memilih-milih buku tersebut.
Setelah membaca
resensi produk berminat untuk membaca atau mencocokkan seperti apa yang ditulis
dalam resensi.
Tidak ada waktu
untuk membaca buku kemudian mengandalkan resensi sebagai sumber informasi.
Nah, di sinilah
kalo kita menulis sebuah resensi akan membantu teman-teman yang
Barangkali nggak
punya waktu untuk memperhatikan buku, film, sinetron, dan sejenisnya jadi
terbantu untuk mendapatkan sumber informasinya dari sebuah resensi. Asyik nggak
bisa bantu orang?
Oya sebelum kamu
â€کnekatz’ meresensi sebuah produk,
katakanlah buku, paling nggak kamu udah memahami dasar-dasar meresensinya. Mau
tahu? Silakan catet di bawah ini:
Sebagai
pereseni, kamu kudu memahami betul tujuan si pengarang buku tersebut. Untuk
mengetahuinya, baca deh kata pengantar dari si penulis, biasanya di situ ada
uraian singkat tentang latar belakang penulisan bukunya. Terus, kamu bisa
lihat, bener nggak dengan apa yang ditulisnya itu dengan isi buku. Caranya?
Kamu kudu menbaca seluruh bagian dari buku tersebut.
Sebagai
peresnsi, kamu menyadari sepenuhnya tujuan meresensi karena sangat menentukan
corak resensi yang akan dibuat.
Kamu juga
dituntut untuk paham betul dengan latar belakang pembaca yang menjadi sasaranmu:
selera, pendidikan, status sosial, dsb. Itu sebabnya, resensi pada setiap media
massa nggak selalu sama gaya bahasanya. Jadi, jangan sampe ngirim naskah
resensi kepada media dewasa, tapi malah menggunakan gaya bahasa remaja. Jadi
tulalit kan nantinya?
Sebagai
peresensi, kamu tentunya kudu paham dengan visi dan misi setiap media massa.
Tujuannya, supaya kita tahu harus dikirim ke mana jika naskahnya adalah begini
dan begitu. Jadi jangan sampe tulalit lagi ya? Bener. Soalnya kasihan banget
kan, ngirim ke media massa yang anti Islam, eh, malah ngirimin resensi tentang
buku Islam, itu namanya siap dicuekkin. Atau salah sasaran seperti meresensi
buku tentang beternak lele dumbo tapi dikirim ke media massa khusus politik.
Dikacangin deh. Emang enak? J
Oke deh, kita
ambil contoh buku untuk diresensi (untuk mersensi film, sinetron, seni lukis,
kaset, VCD dan sejenisnya bisa menyesuaikan sendiri ya?). Yup, sekarang apa
persiapan yang kudu disusun sebelum merensi or membedah buku? Langkah awal,
jelas kamu kudu memilih dulu bukuyang kiranya pantas untuk diresensi. Kamu
pilih buku yang kira-kira menarik untuk disampaikan informasi tentang isinya
kepada khalayak. Langkah-langkah yang bisa kamu lakukan adalah sebagai berikut:
Mengenali atau
menjajaki buku yang akan kamu resensi.
Mulai dari tema
buku yang diresensi, disertai deskripsi (penggambaran) isi buku.
Siap penerbit
yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan
halaman), fromat (ukurannya), hingga harga.
Siapa pengarangnya:
nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan prestasi, buku atau karya apa
saja yang ditulis hingga mengapa ia sampe nulis buku itu. Jadi cerita singkat
tentang pengarangnya.
Buku tersebut
termasuk golongan buku yang mana: ekonomi, politik, hukum, agama, pendidikan,
filsafat, sosiologi, psikologi dan sejenisnya.
Membaca buku
yang akan diresensi secara komfrehensif, cermat dan kunti (baca: tekun dan
teliti). Pokoknya seditil-detilnya. Jangan sampe ada yang keliru. Malu dong
kalo sampe keliru memberi komentar.
Menandai bagian
buku yang akan dijadikan sebagai kutipan dalam resensimu. Biasanya point-point
yang menarik dari buku tersebut.
Membuat sinopsis
atau intisari dari buku yang akan kamu resensi.
Menentukan sikap
kamu sebagai perensi dengan menilai hal-hal berikut:
Kerangka atau
organisasi tulisan; bagaimana hubungan antar bagian, bagaimana sistematikanya,
juga seperti apa dinamikanya.
Isi pernyataan:
bagaimana bobot idenya, bagaimana analisnya, bagaimana penyajian datanya, dan
bagaimana kreativitas pemikirannya.
Bahasa:
bagaimana penerapan EYD-nya, bagaimana kalimat dan penggunaan katanya (terutama
untuk buku ilmiah). Gaya bahasanya enak dibaca apa nggak, susah dipahami atau
mudah dipahami.
Aspek teknis:
bagaimana tata letak, bagaimana desain sampulnya, kerapian dan sejenisnya dari
buku itu.
Mengoreksi dan
merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar-dasar dan kriteria yang udah
kita tentukan sebelumnya.
Nah, untuk film
dan sinetron dalam penilaianmu bisa dibidik; skenarionya, alur ceritanya enak apa
nggak (misalnya melompat-lompat apa mengalir enak), bagaimana dengan
dialog-doalog di ceritanya tersebut, bagaimana akting dari para pemainnya, tata
suara, tata gambar, dan latarnya bagus apa nggak. Wah, pokoknya kamu ulik deh
segala detil yang ada di film tersebut.
Biar hasil
resensi kita menarik, buatlah judul yang oke punya. Tentang judul, sebetulnya
bisa mengacu kepada tip sebelumnya. Yakni pastikan judulnya menarik. Jadi, saya
nggak usah bahas secara detil lagi ya? Oke?
Sobat muda
muslim, saya masih sedikit lagi tip singkat untuk meresensi buku. Biasanya,
setiap penulis suka kesulitan dalam memulai pembukaan tulisannya. Benar? Nah,
untuk meresensi buku, bisa dengan kata-kata pembukaan sebagai berikut:
1. Bercerita
tentang pengarangnya. Kamu bisa nulis begini: “Prof. Pulan bin Pulan sangat
sangat akurat sekali menyajikan hasil penelitiannya. Ini sungguh sangat
menggemparkan. Hasil kajiannya tentang atom ini mendapat sambutan dari
berbagai kalangan…. dst …dst..”
2. Cerita
tentang kekhasan sang pengarang. Kamu boleh juag menuliskan seperti ini: “Ciri
khas Sdr. Ahmad dalam membuat buku adalah dengan judul-judul yang menghentak,
bahkan terkesan sangat provokatif sekali. Buku-buku sebelumnya juga sudah
sukses terjual dan masuk best seller… bla..bla..”
3. Menulis
tentang keunikan bukunya. Boleh-boleh saja kamu menulis, “Sangat luar biasa,
dengan ukuran buku saku yang ditulisnya ini, Mahmud berhasil menuangkan
gagasannya yang besar dengan simple dan mudah dimengerti. Ia memanfaatkan
keterbatasan ukuran buku saku itu dengan menuliskan seluruh pengalamannya
dengan singkat dan padat, dan tetunya bermakna… dst..dst…”
4. Tentang tema
buku. Untuk urusan ini, kamu boleh-boleh aja nulisnya begini, “Tema cinta
selalu menarik untuk dibicarakan dan dituliskan. Bahkan sejak lama film, novel,
cerpen, dan juga lagu tentang cinta melenggang dengan manis berkisah tentang
cinta. Mengasyikan…. dst..”
5. Kelemahan
buku. He..he.. nggak ada salahnya kamu langsung menuding dengan menuliskan,
“Jelek sekali buku ini. Bukan hanya judulnya yang tak menarik, isinya pun
membuat kita kurang bergairah membacanya. Meski ada data menarik di sana-sini, tapi itu sudah usang!.. dst…”
6. Kesan
terhadap buku. Silakan menulis seperti ini, “Jangan anggap enteng hasil
investigasi wartawan muda enerjik ini. Reportasenya tajam dengan gaya bertutur
yang sangat enak dibaca… dst..dst..”
7. Penerbit
buku. Jangan ragu menuliskan seperti ini, “Setelah menerbitkan buku kumpulan
cerpennya yang menjadi best sellers ini, penerbit ABCD kembali meluncurkan novel
terbarunya yang menghentak dari penulis mdua berbakatnya… bla…bla…”
8. Memulai
dengan pertanyaan. Kamu boleh kok menulis, “Kamu suka memasak? Nggak ada
salahnya untuk belajar membuat menu menarik yang terangkum dalam buku saku
tentang tip memasak ini.. dst…”
Nah, setelah
membuat pembukaan tulisan, kamu perlu membuat isi dan penutup resensi kan? Untuk
â€کtubuh; resensi kamu bisa cerita
tentang isi buku tersebut. Ambil kutipan seperlunya. Jangan terlalu banyak.
Karena terlalu banyak, itu namanya memindahkan buku tersebut. Jadi, hati-hati.
Dan ingat lho. Setiap media massa biasanya menyediakan ruangan yang sangat
terbatas untuk sebuah kolom resensi. Cukup kamu cerita tentang kelebihan dan
kekurangan buku tersebut. Gaya bahasanya, ejaanya, cara penulis tersebut
menuturkan maksudnya dan lain sebagainya. Kemudian untuk mengakhir tulisan
resensi, bisa kamu simpulkan dengan memberi ketegasan. Untuk siapa buku
tersebut â€کwajib’ dibaca, bagaimana sikapmu terhadap isi buku itu; mendukung atau
menolak, sampe menyarankan untuk ini dan itu kepada pembaca.
Intinya sih,
supaya pembaca bisa menimbang-nimbang apakah akan membeli buku itu, atau malah
memilih memasukkan uangnya ke tabungan. Itu terserah pembaca, tapi kamu kudu
pembuat keputusan sesuai dengan pengamatan dan penilaian kamu. Subjektif
memang. Tapi nggak masalah dan jangan takut selama yang kamu sampaikan benar
adanya. Nggak ngarang dan memang kenyataannya seperti itu.
Sobat muda
muslim, kalo saya membuat resensi biasanya berkaitan dengan kepentingan umat.
Kebetulan aja sih gabung di sebuah majalah remja Islam, jadinya selalu membela
Islam dong. Saya pernah meresensi kaset, film, sinetron, juga buku. Semua itu
dinilai dengan sudut pandang Islam (penjelasan ini lihat tip: Tentang Subjektif
dan Objektif).
Oke deh, siapkan
energimu untuk menulis resensi. Kritis boleh, asal jangan “omdo”. Ayo kamu bisa
menjadi perensi ulung. Menulis itu memang menyenangkan. Benar-benar
menyenangkan. Sebagai bantuan, silakan baca tulisan resensi yang dibuat
sama orang lain. Itu sangat membantu kamu untuk nyari inspirasi. Siap? Harus
dong..!
0 komentar:
Posting Komentar