Menulis Hasil Wawancara
Sebenarnya nggak
terlalu beda jauh, antara menulis berita, feature, dengan hasil wawancara.
Cuma, kayaknya yang membuat beda itu adalah bagaimana merangkum semua hasil â€کobrolan’ kita dengan narasumber yang kita
wawancarai. Untuk bisa menuliskan hasil wawancara dengan oke dan enak dibaca,
ada beberapa tahapan yang kudu diperhatikan sebelum melakukan wawancara. Sebab,
melakukan wawancara adalah satu bagian dalam proses penggalian bahan tulisan.
Kita harus bisa mengeksplorasi seluruh kemampuan kita untuk menggali ide-ide
yang tertanam dalam benak narasumber kita. Apalagi, jika narasumber yang kita
wawancara termasuk tokoh penting dan udah ngetop di kalangan banyak orang.
Nah, ada beberapa
persiapan awal sebelum wawancara yang bisa kamu lakukan. Pertama, menentukan
topik. Jelas dong, jangan sampe kamu datang ke narasumber dengan â€کkepala kosong’. Ini bakalan menjadi blunder
buat kamu yang nekat datang tanpa menentukan topik wawancara. Bukan hanya
narasumber yang bakalan bingung, tapi kamu juga akhirya cuma bengong. Sama
halnya dengan kalo kamu naik panggung untuk ngisi presentasi, tapi dengan â€کkepala kosong’. Hasilnya, mudah ditebak,
kamu bingung! Tul nggak? Kata William Shakespeare, “Barangsiapa yang naik
panggung tanpa persiapan, maka ia akan turun dengan kehinaan,” Walah?
Sobat muda muslim,
langkah kedua dalam persiapan melakukan wawancara adalah menyiapkan â€کpertanyaan jitu’, ada sebagian wartawan
menyebutnya â€کpertanyaan
peluru’ (loaded question). Ini akan menentukan tingkat kemampuan si
pewawancara. Bahkan sangat boleh jadi akan menghasilkan isi wawancara yang
berbobot. Apalagi tokoh yang kita wawancarai memang terkenal dan berpengaruh.
Tapi harap diingat dong, bahwa jangan sampe kita terpaku kepada rumusan
pertanyaan yang udah kita buat. Itu bisa menjebak kita nantinya dalam kekakuan.
Tapi, pastikan bahwa kamu dapat mengembangkan pertanyaan lain saat wawancara
terjadi. Jadi bisa bersumber dari pertanyaan narasumber.
Nah, sekarang kita
belajar menuliskan hasil wawancara. Untuk mendapatkan tulisan berupa wawancara
yang baik, tentunya kita kudu mendapatkan sedetil-detilnya segala macam yang â€کmelekat’ pada narasumber. Setelah melakukan
wawancara, biasanya ada kesempatan untuk rileks. Nah, di situlah kamu bisa
tanya â€کini-itu’ dari
narasumber; misalnya warna favoritnya, olahraga kesukaannya, makanan
kesukaannya, tokoh idolanya, pendidikannya, keluarganya, aktivitasnya,
pengalaman-pengalaman unik yang dialaminya, dsb. Dengan catatan, jika wawancara
ini bersifat â€کeksklusif’,
yakni cuma kamu, atau media tempat kamu kerja aja yang melakukan wawancara
dengan narasumber tersebut. Kalo wawancara sambil lalu, maka untuk mendapatkan
detil dari yang â€کmelekat’
pada dirinya, kamu bisa baca via sumber lain yang menceritakan narasumber
tersebut. Jadi tenang aja, apalagi jika media massa tempat kamu kerja punya dokumentasi
lengkap, maka akan mudah untuk berkreasi dalam menulis hasil wawancaramu.
Sobat muda muslim,
kita juga bisa â€کmemodifikasi’
tulisan wawancara. Tujuannya supaya pembaca enak untuk menyimaknya. Misalnya
begini. Dalam kenyataan saat wawancara, kita mengajukan pertanyaan yang
adakalanya panjang banget kan?
Biasanya itu dilakukan untuk memperjelas maksud. Nah, dalam tulisan hasil
wawancara, tidak perlu ditulis semua pertanyaan kita sesuai rekaman di kaset.
Kamu bisa memotongnya dengan tanpa mengurangi maksud dari pertanyaan. Contoh:
“Bapak bisa jelaskan masalah yang menimpa anak muda sekarang, misalnya dalam
masalah pergaulan?” Ini yang kita ucapkan kepada narasumber. Tapi, dalam
tulisan hasil wawancara, kita persingkat saja jadi begini, “Bisa dijelaskan
pergaulan remaja sekarang?” Lebih hemat kan?
Bisa juga â€کmodifikasi’ itu kita lakukan dalam â€کmembagi’ jawaban narasumber ke dalam
beberapa bagian â€کpertanyaan
buatan’ kita. Ini terjadi jika jawaban narasumber kelewat panjang. Nah, supaya
pembaca nggak jenuh dengan panjangnya jawaban, maka kita buatkan â€کpertanyaan pembantu’ untuk membagi jawaban
tersebut. Tentu dengan tidak menghilangkan maksud dari jawaban narasumber dong.
Sekali lagi, ini sekadar mengatasi kejenuhan pembaca.
Terus, yang bisa
kita lakukan dalam menulis hasil wawancara adalah mengkreasikan data-data.
Supaya tambah ciamik, maka dalam tulisan itu, kita selipkan profil narasumber.
Misalnya, “Bapak sembilan anak yang rajin membaca buku ini, terlihat masih
segar di usia tuanya. Setiap hari, ia berkeliling komplek perumahan untuk
sekadar berolaharga jalan kaki kesukaannya. Suami dari ….. (sebutkan nama istrinya) kelahiran Jakarta 50 tahun silam
itu kini aktif sebagai pengurus Partai …. (sebutkan nama partai tempat ia
bergabung dan jabatannya)”
Kamu bisa buat
tulisan tambahan seperti itu sekitar 3 buah. Boleh juga dipadu dengan biodata
singkatnya yang ditulis dalam sebuah kertas (minta saja bagian tataletak untuk
men-scan kertas tersebut untuk diselipkan dalam lay-out rubrik wawancara
tersebut). Pokoknya, buatlah semenarik mungkin hasil kreasimu. Tiap wartawan
biasanya punya kreasi tersendiri. Selama itu memang menarik, kenapa tidak? Tul
nggak?
Tulisan hasil
wawancara akan lebih menarik jika kamu pandai mengolah kata, gabungkan dengan
tip yang sudah saya sampaikan di awal; membuat judul, hemat kata, dan tentunya
kaya dengan kosakata. Ditanggung antimanyun deh.
Oke, sekarang
mulailah menyiapkan segalanya untuk wawancara. Sudah siap? Yup, sebelum lupa,
yang penting lagi sebelum melakukan wawancara adalah mental. Selain kudu
percaya diri, kamu juga â€کwajib’ punya mental juara. Sebab, adakalanya narasumber itu â€کngerjain’ kita. Saya dan seorang
teman pernah melakukan wawancara dengan Pak Amien Rais (waktu itu masih Ketua
PP Muhammadiyah). Wuih, sampe empat kali bolak-balik Bogor-Jakarta. Jadi, nggak
mesti sekali jadi. Maklumlah tokoh penting. Akhirnya dapet juga, meski dengan
susah payah. Kejar terus sampe dapet! Ayo…kamu pasti bisa!
0 komentar:
Posting Komentar